Merantau part 2
Selama aku di bandung memiliki teman satu kostan yang kondisi saat ini sama sepertiku. Kita berdua sama-sama anak rantau yang berjuang untuk mencari pekerjaan. Rela-rela panasan setiap harinya untuk mencari pekerjaan walau saat ini masih pandemi. Kita berdua tidak mungkin hanya berdiam di kostan untuk menunggu panggilan kerja yang kita kirim melalui email atau kantor.
“ra, sampai kapan kita menganggur seperti ini ujar Resti”.
“aku juga tidak tahu res”.ujar zara”.
“rasanya aku mau nyerah saja ra, sudah beberapa bulan kita di bandung belum juga ada panggilan kerja ujar resti”.
“terus kamu maunya bagaimana res ujar zara”.
“jika belum juga ada panggilan kerja sampai bulan depan, aku balik kampung saja ra. makin lama aku di sini makin aku menyusahkan orang tuaku yang tiap bulan harus mengirimkan biaya untukku di sini. Aku tidak mau merepotkan mereka terus. Ujar resti”.
“kamu yakin atas pilihanmu res, apa kamu tidak mau memikirkannya lagi ujar zara”.
“aku rasa pilhanku ini tempat ra, bagaimana lagi, rasanya aku udah lelah dan putus asa saja. Kita berdua lulus kuliah pada saat korona datang ra. Begitu sulitnya mencari pekerjaan pada saat pandemi ujar resti “.
“pada saat kamu pulang kampung ke pekanbaru, rencana kamu mau kerja apa res ujar zara”.
“mungkin aku buka usaha kecil-kecilan dahulu ra, aku tetap memasukan lamaran kerja di sana” ujar resti”.
“semoga apa yang jadi pilihanmu adalah yang terbaik res, aku tetap mendoakan yang terbaik untukmu. Walau nantinya kita harus berpisah ujar zara”.
“makasih ra, yang mendukung atas pilihanku ini. Walau nantinya kita harus berpisah, aku janji untuk selalu menjaga komunikasi sama kamu. Walau bagaimanapun kamu adalah teman yang aku miliki selama aku di sini. Kamu tetapi di sini atau ada rencana pulang kampung juga ujar resti”.
“ sebenarnya aku udah capai dan nyerah sama sepertimu res, tetapi aku harus sabar dan semangat agar perjuangku selama di sini tidak sia-sia. Sudah banyak yang aku korban di sini res, kamu sudah lihatkan. Bagaimana hampir setiap hari kita menangis begitu putus asanya dengan keadaan seperti ini. Tidak mungkin aku menyerah begitu saja res. Aku rela meninggal ibuku dikampung sendirian agar nanti bisa membanggakannya. Ujar zara”.
“aku salut sama kamu ra, yang punya semangat untuk meraih masa depanmu walau aku tahu sebenarnya kamu begitu berat meninggalkan ibu sendiri dikampung. Dan di sini kamu tidak mempunyai saudara satu pun sama sepertiku yang harus menahan semuanya sendirian. di sini di kota ini saksi bisu perjuangan kita untuk bertahan hidup. Menahan kita berdua harus pandai mehemat uang agar kebutuhan tiap bulan harus tercukupi.ujar resti”.
Setelah beberapa saat kita berbicara mengungkapkan perasaan kita masing. Cukup lama kita berdiam memandang langit yang malam ini begitu cerah. Tidak terasa sudah 8 bulan aku menetap di sini dengan keyakinan yang sama. Tidak ada perjuang yang sia-sia walau kita harus berpisah dari keluarga. Walau sampai saat ini aku belum mendapatkan panggilan kerja. Aku tetap yakin dan membuktikan bahwa aku bisa membanggakan ibu nantinya. Dan aku pernah mendengarkan kata mutiara ini.
"Sejauh apa pun kamu pergi, kamu akan selalu punya tempat untuk pulang yaitu keluarga. Seorang perantau hanya pergi untuk kembali dan membuktikan kepada mereka bahwa kita bisa pulang dengan keadaan yang berbeda."